Friday, June 8, 2012

Sebuah Perbualan


Mahasiswa kemudian bertanya: “Apakah dingin itu ada?” Perbincangan menjadi hangat sehangat metari. 
“Pertanyaan macam apa itu? Tentu dingin itu ada. Tak pernahkah kamu sakit flu?” ujar sang Profesor diiringi tawa mahasiwa-mahasiswa lain.
“Kenyataannya,” mahasiswa itu bicara, “Dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.”
Pertanyaan kedua: Profesor, apakah gelap itu ada?
Profesor: Tentu. Gelap itu ada.
Mahasiswa: “Sekali lagi Anda salah, Sir. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari. Gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kita memakai kata gelap untuk ketiadaan cahaya.”
Pada akhirnya, pertanyaan ketiga: Profesor, apakah kejahatan itu ada?
Profesor: Ya, seperti yang telah saya katakan…
Mahasiswa : Sekali lagi Anda salah, Sir. Kejahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kejahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan. Tuhan tidak menciptakan kajahatan. Kajahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih Tuhan di hati manusia. Bagaikan dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya…”
Profesor itu terdiam.
Tetapi beberapa tahun kemudian, mahasiswa yang mengajukan tiga pertanyaan dan menjawabnya sendiri dengan cerdas itu, Albert Einstein, mengirim rekomendasi kepada Presiden Carter. Isinya: segera lengkapi arsenal Amerika dengan bom neutron. Dan kita tahu selanjutnya adalah bom untuk Hiroshima dan Nagasaki. Jahatkah Einstein?
Yang kita tahu: buku-buku sejarah menyebutkan bahwa Tuan Besar selalu mengundang keruntuhannya sendiri. No. 2, 3, 4 akan bergabung melawannya, membangun aliansi tandingan dan merencanakan kejatuhannya. Hal itu terjadi pada Napoleon, sama seperti yang menimpa Louis XIV dan Hapsburgs yang sangat kuat, juga Hitler dan Stalin. Kekusaan selalu memicu kekuasaan tandingan yang kuat —tentang aturan tertua politik dunia, oleh Josef Joffe.

No comments: